Nenek, aku gapuk (Cerpen atau Cerita Pendek)

Setiap pagi waktu Subuh, bangun untuk berwudhlu hanya ingin kerumah sang Illahi. Menanak nasi satu wajan untuk sarapan satu keluarga. Bersiap mandi dengan air dingin. Saat bangun melihat beliau selesai mandi tak sanggup menatap beliau dengan pandangan lurus kedepan. Apakah aku siap. Berangkat sekolah dengan naik truk angkut daun teh untuk mencapai SMA ku. Di kelas hanya mengantuk dan tidak ada kegiatan selain, kalau mau bercanda dengam teman diriku memilih tidak. Aku diam dan melamun. Sebenarnya apa yang harus aku pikirkan tidak buat diriku. Pelajaran Sekolah dimulai, seperti hari-hari biasa tetap membosankan. Mengecewakan Sekolah sebenarnya tidak semangat buat ku. Alasan bagiku tidak pernah akan tepat, aku juga dari keluarga biasa-biasa saja jadi menjadi siswa pintar bagiku bukan suatu kebanggan untuk ku. Akhir-akhirnya aku jadi sombong dan tak mau tahu bahwa usaha ku tak sendiri.

Aku gak mau hidup dengan keribetan, sederhana tetap nyantai. Sepulang Sekolah Nenek sudah ambil kayu bakar dari perkebunan yang terletak didaerah rumah ku. Ganti baju dulu dengan mendesah malas. Nenek menata kayu didapur, aku berjalan menuju dapur untuk membantu Nenek menyiapkan kayu bakar. Keluarga ku setiap siang hari selalu memasak makann dengan bahan bakar kayu. Kenapa selalu lihat Nenek tidak ada rasa bosan-bosannya ya menghadapi kehidupan ini. Sangat berbeda bila dibanding dengan cucunya, yang suka mengeluh tiap kejadian yang tidak disukai. Ah ngajak bicara sama Nenek dulu, "Nek pernahkah merasa bosan dengan kehidupan ini Nek". "Tak kan pernah merasa bosan bagi Nenek yang menikmati kehidupan penuh berkah ini, semua jiwa dan raga ku hanya untuk keluarga kita Cu", kata Nenek. Tatapan, setiap kata, ekspresi selalu menunjukkan rasa optimis yang tinggi itulah yang membuat diriku merasa terlindungi dirumah ini. Aku selalu iri kenapa tidak adakah semangat dalam hidupku yang begitu kelam ini. Dalam penyesalan menjalani hidup karena serba kesederhanaan, Aku sulit merasa optimis.

Nenek tidak pernah menampakkan kesulitan dalam menjalani kehidupan keluarga ku. Memang di rumah ini serba cukup, kalau yang mau bersyukur. Kenyataan rumah ini sebenarnya serba dengan kekurangan. Aku selalu omong kosong untuk mengatakan cita-cita, Aku omong besar bahwa Aku minimal lulusan Sarjana. SMA saja uang gak ada sisa untuk membayar biaya pendaftaran, kebaikan pemerintah yang dapat membayar uang Sekolah ku. Keluarga ku memang memiliki pendidikan paling tinggi setingkat SMA setelah itu tidak dilanjutkan lagi. Jadi lingkungan lah yang menentukan semangat hidup ku. Nenek lah yang tidak mudah lelah, walau sudah bekerja dari pagi hingga malam.

Senyum yang selalu terpancar di wajah Nenek ku. Mungkin aku berpikiran ribet tentang ketidak bersyukuran ku ini. Ajaran pantang menyerah bukan dari mulut sudah dilunasi Nenek ku. Jam 4 pagi terbangun dari tidur, menyiapkan kayu bakar buat memasak air dan sarapan nasi sagu. Nasi sagunya pun juga buat bekal ku di Sekolah. Setelah memberikan sarapan buat anaknya dan cucunya, Nenek persiapan untuk berangkat ke kebun. Siang hari Nenek mencari kayu bakar dan sampah kering buat memudahkan dalam pembakaran. Sekarang karena musim hujan Nenek pulang pada saat Magrib. Kedua orang tua ku bekerja di Perusahaan teh yang berdiri di kampung ku, Beliau dapat bagian pekerjaan produksi. Ibukku pernah mengatakan tabungan yang selalu Ibu sisihkan hanya untuk pendidikan mu, tetapi bagaimana pun kehidupan selalu berputar.

Terkadang Nenek butuh pengobatan segera, harus menggunakan tabungan keluarga.
Sering mengetahui kejadian nyata jadi sangat takut melangkah menuju ke depan. Aku seperti bukan dari keturunan Nenek yang tangguh. Kekurangan atas nama materi membuat alasan utama ku untuk tidak menyakiti hidup ku, aku tidak siap terluka seperti Nenek. Tenaga ku jarang sekali aku gunakan berbeda dengan Nenek. Malam mendatang, Nenek tiba-tiba terbatuk seluruh keluarga termasuk aku semua panik. Sampai-sampai tetangga mendengar Nenek batuk pada mampir ke rumah. Pada waktu malam ini balai pengobatan yang terletak di depan rumah ku tertutup harus menunggu besuk pagi. Batuk Nenek semakin menjadi, suaranya tambah keras. Aku berlari untuk menuju rumah petugas kesehatan yang bertempat di daerah kampung ku. Seteah ku menemui petugas tersebt, aku ajak kerumah untuk melihat kondisi Nenek. "Paru-parunya kena, kayaknya mengalami sesak napas, tolong sementara ini, Nenek jangan memasak dengan kayu bakar, kata petugas kesehatan. "Punya kompor kan?", petugas bertanya. "Ada tapi tabung Gasnya kosong", jawab Ibukku. "Ya udah, Nenek jangan disuruh memasak dulu", dari pertugas.

Pagi hari Nenek harus dilarikan ke rumah sakit. Penyakit paru-paru Nenek katanya tambah parah. Aku harus tetap Sekolah, aku berpikir nanti aku harus dapat mencarikan kayu. Selama 5 hari aku menjalani kegiatan Nenek. Sementara Nenek masih dirawat di rumah sakit. Menggantikan peran Nenek, aku selalu tertidur di kelas karena capek, sampai-sampai tangan mengeras, seringnya mencari kayu. Bila tersentuh mendadak rasanya sakit..
Bapak pulang dengan membawa sepeda dari kantor. Bapak bilang padaku, "Nenek ingin bertemu dengan mu, sebentar". Aku diantar Bapak kerumah sakit. Aku tidak bisa bilang apa-apa melihat Nenek yang terbaring rapuh. "Jangan menangis jadilah seperti yang kau omongkan Cu", berkata dengan terbatah-batah Nenek.

Kata Guruku, kalau mau kuliah dengan tanpa biaya harus memiliki nilai yang bagus untuk mendapatkan beasiswa. Keinginanku untuk memperlihatkan bahwa aku sudah berhenti mengeluh dimasa kehidupan Nenek ini. Walau masih terbaring di rumah sakit. Ayo berjalan modalku sekarang hanya lah kemauan ku untuk membuktikan bahwa aku bisa. Saat terakhir Aku bertemu Nenek di rumah sakit, aku menangis luar biasa, dan memeluk Nenek. Tidak berlama lagi aku harus mulai langkah tinta perjalanan ku. Saatnya belajar mulai seperti Nenek tersenyum setiap saat. Hari berat aku mulai, benar-benar menyusahkan aku sering tertidur saat belajar di rumah maupun di Sekolah.


Betapa kuatnya Nenek ku, aku bangga menjadi cucunya. Bukan saatnya berhenti, Nenek aku akan berjuang. Tidak semudah melihat Nenek, aku ingin merasakan dan melakukan hal yang sama. Demi yang ku sayangi. Beratnya hidup lebih baik, husss gak boleh ngeluh terus. Setelah pulang Sekolah aku langsung mengerjakan PR dan mengulang pelajar, cuma hanya sedikit tapi ku ingin terus melakukan. Ujian harian pertama ku dimasa Aku belajar tiap hari. Berhari-hari pelajaran biasa, Aku jalani sekuat tenaga, diwaktu yang mengagetkan. Nilai ujian harian ku keluar, tidak seperti biasa, aku berkaca-kaca, tidak remidi. Mungkin ini langkah awal. 

Comments

Popular posts from this blog

Tepung Terigu dan Standar Nasional Tepung Terigu

PT. So Good Food Jl. Raya Solo - Boyolali

Tepung Tapioka kegunaannya dan Standar Nasional