KEGUNAAN KUNYIT PADA MIE BASAH
KEGUNAAN
KUNYIT PADA MIE BASAH
Keamanan pangan
akhir-akhir ini menjadi sorotan besar sebagian masyarakat. Selain bergizi dan
enak, pangan juga dituntut untuk aman dikonsumsi. Isu formalin dan boraks pada
beberapa makanan mendapat perhatian yang cukup besar sekarang. Upaya
penyelidikan makanan mengandung formalin, boraks dan pewarna tekstil sudah
dilakukan BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) sejak lama, tetapi baru
marak diperbincangkan sekarang. Makanan yang diisukan mengandung formalin
antara lain mie basah, tahu, dan ikan.
Beberapa makanan yang
ditemukan mengandung formalin adalah sebagai berikut : 8 merek mie dan tahu
mengandung formalin (Jakarta), 6 pabrik mie basah positif menggunakan formalin
(Yogyakarta), dan ikan segar hasil tangkapan nelayan di sejumlah pasar
tradisional juga mengandung formalin (Surabaya) (Indarini, 2005 dan Astuti,
2005). Persentase penemuan makanan yang mengandung formalin pada masing-masing
daerah berbeda-beda. Badan POM di Yogyakarta dan Bandung tidak menemukan tahu
yang mengandung formalin, sedangkan di Jakarta 77.85% tahu mengandung formalin.
Untuk ikan, Badan POM menemukan 52.63% ikan mengandung formalin, demikian juga
di Bandar Lampung sebanyak 36.56%. Untuk mie basah, persentase ditemukannya
sampel yang mengandung formalin cukup tinggi yaitu diatas 60%, kecuali di
Makassar 6.45% (Sampurno, 2006).
Mie basah mendapat
sorotan terbesar dalam isu formalin. Hal ini disebabkan mie basah merupakan
salah satu makanan populer dan merupakan bagian yang penting dalam diet di
Indonesia. Mie basah memiliki kadar air yang cukup tinggi yaitu 35-60% sehingga
memiliki umur simpan yang pendek yaitu berkisar 24-36 jam pada suhu ruang.
Penyebab kerusakan mie basah antara lain proses produksi yang memiliki kondisi
sanitasi buruk, distribusi, dan kondisi penyimpanan mie basah yang tidak baik.
Dengan mencuatnya
masalah formalin dan boraks, mengakibatkan timbulnya keinginan untuk beralih ke
bahan pengawet makanan yang lebih ramah sebagai alternatif. Bahan alami yaitu
rempah-rempah dapat menjadi salah satu alternatif. Beberapa jenis rempah
dilaporkan memiliki aktivitas antimikroba yaitu suatu senyawa yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroba sehingga makanan menjadi awet. Kunyit merupakan
rempah yang juga memiliki aktivitas antimikroba. Kunyit dilaporkan memiliki
sifat antimikroba dalam bentuk ekstrak maupun bubuk. Ekstrak kunyit dalam
etanol dapat menghambat Clostridium botulinum dengan Minimum Inhibitory
Concentrations (MIC) sebesar 500 μg/ml (Huhtanen, 1980). Bubuk kunyit (2 g/l)
bersifat bakterisidal terhadap bakteri gram positif batang, yaitu Bacillus
subtilis dan Lactobacillus acidophilus (Suwanto, 1983). Selain itu, kunyit juga
memiliki potensi lain yaitu dapat dijadikan zat pewarna alami kuning pada bahan
pangan. Oleh karena kedua jenis sifat ini, maka kunyit dapat dijadikan bahan
pengawet alami sekaligus bahan pewarna alami pada mie basah.
Daftar
Pustaka
Astuti,
R. 2005. Enam Pabrik Mi Menggunakan Formalin.
http://www.suarapembaruan.com/New s/2005/12/29/Utama/ut01.html. [24 mie 2006]
Indarini,
N. 2006. Mie dan Tahu yang Mengandung
Formalin. http://www.mail-archive.com/klubmawar@yahoogroups.com/msg00477.
html. [24 Mie 2006].
Sampurno,
H. 2006. Keterangan Pers Badan POM Nomor
: KH. 00.01.1.241.002 tentang Penyalahgunaan Formalin untuk Pengawet Mie Basah,
Tahu, dan Ikan. http://www.pom.go.id/public/berita_aktual/detail.asp?id=88&qs_menuid=2
[18 Januari 2007].
Huhtanen,
C.N. 1980. Inhibition of Clostridium
Botulinum by Spice Extracts and Aliphatic Alcohols. J. of Food Protect.
43(3) : 195.
Suwanto,
A. 1983. Mempelajari Aktifitas
Antibakteri Bubuk Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.). Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.
trus untuk rasa nantinya gimana??? pastinya akan terasa lebih ketir kan mie nya???
ReplyDeleteini yg digunakan 2 g jadi gk ada rasanya cuma untuk pengawaet anti bakteri
ReplyDelete