Cerpen : Semua Ada
Semua Ada
Aku memiliki semuanya,
keluarga lengkap utuh. Aku memang sudah kehilangan kakak pertama ku yang dulu
meninggal setelah lahir hanya menghirup kenikmatan ciptaan Yang Maha Kuasa
selama satu minggu. Kadang bila teriingat terasa kangen sekali ingin rasanya
bertemu dengan kakak pertama yang tak pernah terlihat wajahnya, walau seujung
jari tak pernah menyapa. Bagi orang tua ku semua yang telah terjadi hanya masa
lalu tolong segera kalian berjalan maju. Sekarang aku memiliki dua saudara
laki-laki, aku anak terkecil atau anak orang tua ku yang keempat. Kedua kakak
ku telah memiliki istri dengan kedua anak yang lucu. Rumah ku terasa lengkap
dengan kehadiran keluarga yang lengkap ini. Harusnya aku menjadi orang yang
sukses dengan banyak bimbingan serta arahan dari orang-orang yang menyayangiku,
tetapi itu tak begitu mudah untuk berjalan sesuai jalur yang sudah
dipersiapakan.
Hati ini yang paling utama
sulit menentukan kebenaran, kebimbangan selalu menjadi kedok kegagalan. Aku
sering mengalami kegagalan dan terus berpikir, "Apakah aku memiliki
kelebihan dibanding dengan yang lain, dapatkah aku bertahan sebagai manusia
lemah". Hari terus membuka lembaran baru, bagaimana caranya aku tidak diam
ditempat untuk mendapatkan cita-citaku yang kelabu tak pernah tahu yang selalu
pesimis untuk dijalankan. Aku masih muda, perasaan ku mengatakan, "umurku
masih panjang". Tak terpikir waktu sudah menggerogoti umur yang tidak
sedikit ini. Masihkah aku akan terpikir untuk bermanja-manja sebagai anak orang
tua ku yang terakhir, berharap kakak ku akan selalu menyuapi ku segala
kebutuhan yang aku inginkan. Selalu aku mencari-cari buku, orang, hewan,
tumbuhan, dan semua yang ada didunia ini.
Semua yang aku cari untuk
dapat mengubahku kembali seperti keinginan awal, apa yang inginkan aku lakukan
setelah diriku hidup didunia ini. Tahu, teringat tapi tak cukup, harus
lebih-lebih. Aku ingin benar-benar kembali. Boleh untuk tahu sebenarnya aku
belum dapat menemukan jati diriku. Identitasku memang sudah tertulis jelas di
KTP (Kartu Tanda Pengenal). Sepertinya aku memang belum dapat menemukan siapa
diriku sebenarnya. Kapankah dapat aku menjalani hari, hirupan nafas ini seperti
yang aku inginkan. Terasa membosankan kata malas tetapi aku belum pernah
melakukannya. Apakah aku harus bertanya sampai kapankah aku mencari yang tidak
ditemukan. Aku sering mencurahkan isi hatiku kepada Beliau, yaitu Ibuku
sendiri, tak jarang aku dimarahi. Aku sering menginginkan kehidupan di Pondok
Pesantren, Ibu selalu bersikeras tidak menyetujui permintaan ku itu.
Angan-angan yang menjadi bayangan kehidupan diriku yang aku inginkan.
Keluar dari kebodohan yang hanya memulai semua
dari keraguan, ingin teriak, rasanya tidak. Sesegera mungkin mata hatiku
terbuka. Menjalankan hari pun dengan sungguh-sungguh. Tak ada lagi main-main
umurku dikasih cuma satu kali, gak kedua kalinya dibumi nikmat ini. Rasanya
hati ini terkadang sudah mengalami beban untuk mengangkat satu pulau yang ada
di negara ku ini dan terasa berat sekali. Ingin sekali mencairkan beban itu biar
tidak kuangkat lagi. Hatiku dapat kembali berlari-lari seperti dulu aku baru
dilahirkan. Mensyukuri semua yang ada mungkin akan kutemukan jawabannya, terus
dan terus harus focus, semua ada tujuannya.
Comments
Post a Comment