Fermentasi Keju Biru

BAB I
PENDAHULUAN

Mikrobiologi merupakan cabang ilmu biologi yang mempelajari mikroorganisme yang terdapat di alam, dan salah satu pemanfataan ilmu mikrobiologi adalah dalam bidang pangan misalnya melakukan fermentasi makanan. Ahli Kimia Perancis, Louis Pasteur adalah seorang zymologist pertama ketika di tahun 1857 mengkaitkan ragi dengan fermentasi. Ia mendefinisikan fermentasi sebagai "respirasi (pernafasan) tanpa udara". Pembuatan tempe dan tape (baik tape ketan maupun tape singkong atau peuyeum) adalah proses fermentasi yang sangat dikenal di Indonesia.
Keju adalah sebuah makanan yang dihasilkan dengan memisahkan zat-zat padat dalam susu melalui proses pengentalan atau koagulasi. Dari sebuah susu dapat diproduksi berbagai variasi produk keju. Produk-produk keju bervariasi ditentukan dari tipe susu, metode pengentalan, temperatur, metode pemotongan, pengeringan, pemanasan, juga proses pematangan keju dan pengawetan.
Umumnya, hewan yang dijadikan sumber air susu adalah sapi. Air susu unta, kambing, domba, kuda, atau kerbau digunakan pada beberapa tipe keju lokal. Makanan ini dikenal di seluruh dunia, namun diduga pertama kali dikenal di daerah sekitar Timur Tengah. Meskipun tidak dapat dipastikan kapan keju pertama kali ditemukan, menurut legenda keju pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang pengembara dari Arab.
Proses fermentasi menghasilkan senyawa-senyawa yang sangat berguna, mulai dari makanan sampai obat-obatan. Kemudian salah satu produk makanan yang juga hasil dari fermentasi adalah keju. Keju (diambil dari bahasa Portugis queijo) adalah makanan padat yang dibuat dari susu sapi, kambing, domba, dan mamalia lainnya. Keju dibentuk dari susu dengan menghilangkan kandungan airnya dengan menggunakan kombinasi rennet dan pengasaman.
Keju roquefort, yang berwarna biru khas sehingga disebut keju biru dimana dalam proses pembuatan keju ini ditambahkan dengan jamur kapang Penicilin roqueforti.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Komposisi Kimia Susu
1. Protein Susu
Protein dalam susu mencapai 3,25%. Protein susu terbagi menjadi dua kelompok yaitu kasein yang merupakan protein utama susu, jumlahnya mencapai 80% dari total protein, sisanya berupa protein whey. Kasein yang dikandung susu sapi adalah 55% alpha-kasein, 30% betha-kasein dan 15% kappa-kasein (Malaka, 2010). 
Protein dalam susu mencapai 3,25%. Struktur primer protein terdiri atas rantai polipeptida dari asam-asam amino yang disatukan ikatan-ikatan peptida (peptide linkages). Salah satu protein spesifik yang menyusun protein susu adalah kasein yang merupakan komponen protein terbesar dalam susu dan sisanya berupa whey protein. Pemanasan, pemberian enzim proteolitik (rennin), dan pengasaman dapat memisahkan kasein dengan whey protein. Setelah kasein dikeluarkan, maka protein lain yang tersisa dalam susu disebut whey protein yang merupakan protein butiran (globular) (Anonim, 2009 a).
2. Mineral (Kalsium)
Semua mineral susu dibutuhkan oleh manusia dalam perbandingan yang sempurna. Kadar mineral susu adalah 0,85%, terdiri dari Kalsium, Fosfor, Kalium, Natrium, Khlor, dan Magnesium. Selain itu ditemukan elemen-elemen lain dalam kadar rendah dinamakan sebagai trace elemen (yodium, besi, tembaga). Susu mampu mensuplai sekitar 725 mg kebutuhan kalsium manusia (Anonim, 2009 a).
3. Karbohidrat Susu
Laktosa adalah karbohidrat utama yang terdapat di dalam susu. Laktosa tergolong dalam disakarida yang terdiri dari glukosa dan galaktosa. Laktosa tidak semanis gula tebu dan mempunyai daya larut hanya sekitar 20% pada suhu kamar. Susu digunakan sebagai sumber laktosa komersial yang diolah dari whey yang didapat sebagai hasil samping pada pembuatan keju (Buckle et al., 1987). 
4. Lemak susu
Lemak atau lipid terdapat di dalam susu dalam bentuk jutaan bola kecil yang bergaris tengah antara 1-20 mikron (𝜇) dengan garis tengah rata-rata 3 mikron (𝜇). Biasanya terdapat kira-kira 1000 x 106 butiran lemak dalam setiap mililiter susu. Butiran-butiran ini mempunyai daerah permukaan yang luas dan hal tersebut menyebabkan susu mudah dan cepat menyerap flavor asing. Butiran-butiran ini mempertahankan keutuhannya karena, pertama tegangan permukaan yang disebabkan oleh ukurannya yang kecil, dan kedua karena adanya suatu lapisan tipis (membran) yang membungkus butiran tersebut, yang terdiri dari protein dan fosfolipid.
Pembungkusan tipis ini mencegah butiran lemak untuk bergabung dan membentuk butiran yang lebih besar. Kalau didiamkan butiran-butiran lemak ini biasanya akan muncul ke permukaan susu untuk membentuk lapisan atau/krim. Bila krim atau susu diaduk secara mekanis, lapisan tipis sekeliling masing-masing butiran akan pecah, sehingga butiran-butiran itu sekarang dapat membentuk massa lemak yang terpisah dari bagian susu yang lain. Susu mengandung komponen mikro penyebab warna kuning yaitu karoten dan riboflavin (Buckle et al., 1987). 
Persentase lemak susu bervariasi antara 2,4% – 5,5%. Lemak susu terdiri atas trigliserida yang tersusun dari satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak melalui ikatan-ikatan ester. Salah satu contoh dari asam lemak susu adalah asam butirat yang menyebabkan aroma tengik pada susu ketika asam butirat ini dipisahkan dari gliserol dengan enzim lipase. Lemak susu mengandung beberapa komponen bioaktif yang dapat mencegah kanker  seperti : asam linoleat konjugasi, sphingomyelin, asam butirat, lipid eter, beta-karoten, vitamin A, dan vitamin D (Handayani, 2007).
5. Vitamin Susu
Vitamin ditemukan dalam lemak (A, D, E, dan K) dan sebagian dalam air dari susu (vitamin B : aneurin, lactoflavin, asam nikotinat, asam pantotenat dan vitamin C). Bersama dengan mineral, vitamin mampu memperlancar metabolisme dari tubuh (Anonim, 2009 a).
Keju adalah protein susu yang diendapkan atau dikoagulasikan dengan menggunakan asam, enzim atau fermentasi bakteri asam laktat sehingga terjadi curd dan pemisahan serum susu. Kandungan utama dari keju adalah protein susu (kasein) dan lemak. Pada umumnya keju dibuat dari susu sapi, tetapi dapat juga dibuat dari jenis susu lainnya. Dikenal beberapa jenis keju berdasarkan kadar air dan kekerasannya, salah satunya adalah keju lunak tanpa pemeraman seperti keju cottage (Malaka, 2010).
Keju merupakan gumpalan atau substansi yang dibentuk karena koagulasi protein susu dari ternak ruminansia, oleh aksi rennet atau enzim semacamnya dalam kondisi asam yang dihasilkan oleh adanya asam laktat tambahan atau asam laktat hasil kerja jasad renik dan mempunyai kandungan air tertentu setelah melalui proses pemanasan, penekanan, pemotongan dan pematangan pada kondisi waktu dan kelembaban tertentu (Anonim, 2011 b).
Keju sebagai produk dengan bahan dasar susu, merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan akan protein hewani. Hampir semua keju yang dipasarkan di negara Indonesia adalah keju keras, yaitu keju yang memerlukan tahap pematangan lebih lama sehingga biaya produksi lebih tinggi. Keju cottage dengan metode setting pendek, merupakan salah satu alternatif dalam penurunan biaya produksi (Sukmasari, 2009).










BAB III
METODOLOGI

A.  Alat
1.    Inkubator
2.    Baskom
3.    Botol
4.    Kompor
B.  Bahan
1.    2 Gelas susu sapi segar
2.    4 Sendok teh cuka makan atau bisa diganti dengan air jeruk lemon
3.    Garam secukupnya
C.  Cara Kerja
1.    Proses pembuatan keju diawali dengan pemanasan susu dengan suhu 90oC atau dipesteurisasikan melalui pemanasan sebelum kultur bakteri asam laktat dinokulasikan (ditanam), kemudian didinginkan sampai 30oC.
2.    Selanjutnya bakteri asam laktat dicampurkan.
3.    Akibat dari kegiatan atau aktivitas bakteri tersebut pH menurun dan susu terpisah menjadi cairan whey dan dadih padat, proses ini disebut pendadihan.
4.    Kemudian ditambahkan enzim renin dari lambung sapi muda untuk mengumpulkan dadih.
5.    Enzim renin dewasa ini telah digantikan dengan enzim buatan, yaitu klimosin.
6.    Dadih yang terbentuk selanjutnya dipanaskan pada temperatur 32oC – 42oC dan ditambah garam, kemudian ditekan untuk membuang air dan disimpan agar matang. Adapun whey yang terbentuk diperas lalu digunakan untuk makanan sapi.




BAB IV
PEMBAHASAN

Keju terbuat dari bahan baku susu, baik susu sapi, kambing, atau kerbau. Proses pembuatannya dilakukan dengan pembentukan dadih setelah terlebih dahulu melakukan pasteurisasi terhadap susu. Pasteurisasi ditujukan untuk menghilangkan bakteri pathogen sekaligus menghilangkan bakteri pengganggu dalam proses pembuatan dadih. Pembuatan dadih atau proses penggumpalan mulai terjadi saat ditambah starter kultur bakteri asam laktat. Kultur bakteri ini menyebabkan terjadinya fermentasi hingga pada pH tertentu. Enzim atau asam ditambahkan saat telah dicapai kondisi yang sesuai untuk enzim atau asam sehingga proses koagulasi tercapai. Penambahan enzim atau asam bertujuan untuk menurunkan pH hingga 4,5 dimana pH tersebut merupakan titik isoelektrik kasein. Pada proses pematangan ini juga dapat ditambahkan mikroba tertentu untuk menghasilkan keju yang diinginkan. Selama proses pematangan ini banyak senyawa- senyawa khas yang dihasilkan tergantung dari bakteri yang ditambahkan.
Prinsip pembuatan keju adalah fermentasi asam laktat yang terdapat dalam susu. Pertama susu di pesteurisasi selama 30 menit pada suhu 60º C. Pasteurisasi susu dilakukan untuk membunuh seluruh bakteri pathogen. Setelah di pasteurisasi kemudian susu didinginan hingga mencapai suhu 30º C. Susu kemudian diinokulasi dengan enzim renin sebanyak 250 mg. Enzim renin memiliki daya kerja yang kuat, dapat digunakan dalam konsentrasi yang kecil. Kurang lebih 30 menit setelah penambahan enzim renin ke dalam susu yang asam, maka terbentuklah curd. Bila temperatur sistem dipertahankan 40 derajat celcius, akan terbentuk curd yang padat. Kemudian ditambahkan starter sebanyak 2 % dan aduk kurang lebih selama satu menit. Inkubasi susu tersebut pada suhu 30º C selama 16 jam. Pembuatan dadih atau proses penggumpalan mulai terjadi saat ditambahkan starter kultur bakteri laktat yang menyebabkan terjadinya fermentasi pada pH tertentu. Setelah diinkubasi, kemudian dipanaskan pada suhu 58º C sambil diaduk lalu ditiriskan dan disaring dengan kain saring. Kemas dadih dengan plastik dan diperam pada suhu 30º C kurang lebih selama 3 - 4 minggu. Untuk menghasilkan keju yang berkualitas, dilakukan proses pematangan dengan cara menyimpan keju ini selama periode tertentu. Pembuatan dadih atau proses penggumpalan mulai terjadi saat ditambah starter kultur bakteri laktat. Kultur bakteri ini menyebabkan terjadinya fermentasi hingga pada pH tertentu. Enzim atau asam ditambahkan saat telah dicapai kondisi yang sesuai untuk enzim atau asam sehingga proses koagulasi tercapai. Penambahan enzim atau pun asam bertujuan untuk menurunkan pH hingga 4,5 dimana pH tersebut merupakan titik isoelektrik kasein. Gumpalan susu yang terbentuk di dasar alat, kemudian diambil dengan cara filtrasi. Gumpalan susu ini kemudian dipres untuk mengeluarkan whey-nya. Penambahan garam pada hasil gumpalan yang difiltrasi akan menghasilkan keju cottage. Untuk menghasilkan keju jenis lainnya, gumpalan susu yang disaring ini kemudian dipres dengan waktu yang bervariasi tergantung jenis keju yang diinginkan.
Pada proses penekanan ini terjadi pula proses pematangan. Biasanya proses pematangan memakan waktu lebih kurang 10 minggu sehingga menjadi keju yang dinamakan keju keras (cheddar). Pada proses pematangan ini pun dapat ditambahkan mikroba-mikroba tertentu untuk menghasilkan keju yang diinginkan. Selama proses pematangan ini banyak senyawa-senyawa khas yang dihasilkan tergantung dari bakteri yang ditambahkan. Keju Swiss yang khas dengan citarasa asam propionatnya dihasilkan oleh bakteri Propionibacterium shermani.
Selain itu lubang-lubang yang dihasilkan pun terjadi karena terbentuknya gas karbon dioksida yang diproduksi selama fermentasi. Prinsip pembuatan keju
Prinsip pembuatan keju adalah fermentasi asam laktat yang terdapat dalam susu. Proses pembuatan keju diawali dengan memanaskan/pasteurisasi susu, kecuali pada jenis-jenis keju tertentu seperti Emmentaler dari Swiss yang menggunakan susu mentah. Kemudian zat pembantu penggumpalan (rennet, sejenis enzim penggumpal yang biasa terdapat dalam lambung sapi dan/atau bakteri yang dapat mengasamkan susu) ditambahkan. 
Tergantung metodenya, setelah setengah sampai 5 jam, susu akan menggumpal sehingga terpisah menjadi sebuah gumpalan besar (curd) dan bagian yang cair (whey). Gumpalan ini dipotong-potong menjadi bagian-bagian yang sama besar, agar bagian yang cair (whey) semakin banyak yang keluar. Semakin kecil potongan, semakin sedikit cairan yang dikandung oleh keju nantinya, sehingga keju semakin keras. Potongan-potongan ini kemudian diaduk, dipanaskan, dan kadang dipress untuk menghilangkan lebih banyak lagi cairan.
Setelah itu, bakal keju yang masih lunak itu dibubuhi jamur dan dibentuk. Lalu diolesi atau direndam dalam air garam untuk membunuh bakteri merugikan yang mungkin terdapat di dalamnya. Ada juga jenis keju yang direndam sebelum diberi jamur. Terakhir, bakal keju dimatangkan dalam kondisi tertentu. Semakin lama dimatangkan, keju akan semakin keras.
Jenis-jenis Keju
1.    Ada beberapa faktor yang dapat membedakan keju:
Asal susu: Sebagian besar keju dibuat dari susu sapi. 
Tapi banyak juga yang dibuat dari susu domba (misalnya Feta dari Yunani), kambing, kerbau (misalnya Mozzarella dari Italia), bahkan susu unta. Jenis-jenis keju tertentu mensyaratkan susu dari hewan yang diperah pada pagi/sore hari, atau hanya makan makanan tertentu, atau berasa dari
daerah tertentu saja. 
2.    Kadar lemak: Untuk mendapatkan kadar lemak yang diinginkan, susu dicampur dengan susu rendah lemak (skimmed) sehingga kadar lemaknya turun, atau dicampur dengan kepala susu (cream) agar kadar lemaknya naik. 
3.    Metoda penggumpalan atau koagulasi: Ada yang dibuat dengan menggunakan rennet, ada juga yang menggunakan bakteri yang memiliki sifat mengasamkan susu, ada juga yang menggunakan keduanya. 
4.    Jenis jamur: Ada yang menggunakan jamur putih, kemerahan, dan biru. 
5.    Proses pematangan: Untuk mendapatkan rasa, aroma dan penampilan yang khas, setiap jenis keju mengalami proses pematangan yang berbeda-beda, baik dari sisi lamanya proses (bervariasi antara 2 minggu sampai 7 tahun), suhu di mana bakal keju dimatangkan, dan bahan-bahan lain yang ditambahkan ke dalam keju. Misalnya keju Appenzell dari Swiss direndam dalam campuran bumbu dan anggur putih selama beberapa saat, keju Leiden dari Belanda ditambahkan sejenis jintan (cumin), atau beberapa jenis keju segar yang dibubuhi daun bawang atau biji lada hijau. 
Penicillium roqueforti adalah jamur saprotrophic dari family Trichocomaceae. Banyak terdapat di alam, dan merupakan pembusuk organik dan tanaman. Banyak industri makanan yang memproduksi jamur Penicillium roqueforti ini untuk pembuatan keju biru. Klasifikasi pertama kali dijelaskan oleh Thom di 1906, P. roqueforti awalnya jamur yang heterogen jenis biru-hijau sporulating.
Dikelompokkan ke dalam beberapa jenis berdasarkan perbedaan phenotypic, namun dikelompokkan menjadi satu spesies oleh Raper dan Thom (1949). kelompok P. roqueforti yang mendapat pengklasifikasian ulang pada tahun 1996 berkat analisis molekular ribosomal DNA sequence. Sebelumnya dibagi menjadi dua jenis – pembuatan keju - (P. roqueforti var. Roqueforti) dan pembuatan-patulin (P. roqueforti var. Carneum), P. roqueforti telah menjadi tiga jenis klasifikasi yaitu P. roqueforti, P. carneum dan P. paneum.
Dalam proses pembuatan keju untuk memperoleh keju biru ditambahkan dengan jamur Penicilin roqueforti. Penambahan jamur selama proses pematangan ini mengakibatkan keju berurat dan warnanya menjadi biru yang khas dan ditambah sedikit garam. Keju biru ini mudah rapuh dan tidak terlalu kering. Adapun keju camemberti, ditambahkan Penicilin camemberti pada proses pematangannya yang juga memberikan efek warna biru dan citarasa khas camembert. Jadi peranan utama dari Penicilin roqueforti adalah menjadikan keju berurat dan memberi warna biru pada permukaan keju.
  
DAFTAR PUSTAKA

Buckle et al. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah Purnomo, H dan Adiono. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Sukmasari, D.D. 2009. Pengaruh penggunaan getah pepaya dan sari buah markisa terhadap warna dan konsistensi curd sebagai bakal keju. http://princessrainblog.blogspot.com/. Diakses [09 Desember 2014].
Handayani, F. 2007. Haruskah kita memilih susu dengan kandungan ekstra. http://www.mail-archive.com/milis-nakita@news.gramedia majalah.com/ msg06938.html. Diakses [09 Desember 2014].
.Malaka, R. 2010. Pengantar Teknologi Susu. Masagena Press. Makassar.


Comments

Popular posts from this blog

PT. So Good Food Jl. Raya Solo - Boyolali

Tepung Terigu dan Standar Nasional Tepung Terigu

Tepung Tapioka kegunaannya dan Standar Nasional